QUARTER LIFE CRISIS



Dulu pas masih sekolah pasti kita ada angan-angan pengen cepet dewasa, punya kerja, punya uang dan bebas mau ngapa-ngapain sebagai orang dewasa. Pikirannya sesimple itu, tanpa tahu bakalan ngalamin yang namanya quarter life crisis. Awalnya aku sendiri pun gatau tentang adanya istilah itu Cuma ngerasain gimana adanya beban pikiran dan jadi bingung sendiri. Awal cerita idup yang menurut aku paling berat adalah pas aku umur 18 tahun, umur yang terbilang muda banget kan masih seneng ngumpul dan maen-maen tanpa beban pikiran yang berat. Tanpa diduga diumur segitu aku dapet pengalaman
1. bahagia keterima kerja diperusahaan gede
2. dapet beasiswa kuliah
3. dipecat tanpa alesan jelas, dan ternyata Cuma jadi kambing hitam buat nyelametin selingkuhan bos biar bukan dia yang kena pecat.
4. temen-temen kampus yang super kompetitif.
5. keluarga yang menaruh ekspektasi besar.

Aku gak pernah nyangka hal-hal itu semua bakalan jadi beban pikiran yang cukup berat. Bahkan berat banget. Sebelumnya , beban pikiran aku Cuma lupa ngerjain tugas, atau ada soal yang sama sekali gak ngerti dan gak bisa dikerjain. Sisanya, maen dan maen ketawa ketawa ama temen. Semua hal itu terjadi diwaktu yang bersamaan tanpa jeda.
Ketika dipecat tanpa alesan jelas, jadi mikir kan emangnya aku pantes diperlakukan kaya gini? Karena apa? Karena aku anak baru? Karena aku gak punya kekuatan orang dalem? Sehingga aku pantes dijadiin kambing hitam demi selingkuhan si bos yang gak kompeten dan terancam dipecat?
Kehidupan kuliah bener-bener beda sama pas jaman sekolah, dimana solidaritas itu berasa dijunjung tinggi. Kita gak pernah itung-itungan dalem nolong orang. Tapi pas kuliah, klo mau minta tolong itu pastiin kita pernah berjasa buat dia juga atau siap buat nolong dia kapan aja. Dulu, klo lupa tugas dan mepet temen yang lain bantu buat ngejelasin lagi biar paham, pas dikuliah klo kita ketinggalan materi dan gak ngerti, yaudah derita lo!!

Keluarga yang awal membanggakan aku masuk kerja lalu kemudian tau dah gak kerja lagi. Kembali memandang aku sebagai manusia yang tidak kompeten. Tidak pantas menerima dua kebahagiaan sekaligus, dan menganggap mana mungkin anak muda tanpa latar belakang bagus bisa masuk perushaan bergengsi seperti itu. Padahal aku murni masuk tanpa campur tangan siapapun. Harusnya cukup bangga sampai disitu. Lagipula siapa yang gak kecewa dipecat dengan alesan bodoh seperti itu? Mau sekompeten apapun klo alesannya itu hasilnya sama aja. Tapi aku gak pernah bilang alesannya itu, aku selalu bilang mau focus kuliah, aku milih kuliah sebagai tujuan utama. Tapi lagi-lagi ketemu keluarga yang kolot, mereka bilang mending milih kerjaan daripada kuliah. Banyak sarjana yang gak keterima disana sedangkan aku yang Cuma lulusan smk bisa masuk. Aku seolah-olah dihakimi tidak bersyukur.
Dan gilanya buat anak umur 18 tahun ternyata hal seperti itu memang tidak bisa diabaikan atau dilupakan. Aku ngerasa useless, gak ada orang yang mau paham sama kondisi aku. Gak ada orang yang peduli klo aku juga sama kecewanya seperti mereka, harusnya mereka paham aku yang jadi korban tapi kenapa selalu aku yang dihakimi dan dicap pantas menerima penghinaan seperti itu. Aku mulai membenci semua orang dengan jenis pekerjaan. Apalagi orang yang punya pekerjaan yang bisa menyelewengkan kebijakannya. Aku mulai hidup membenci semuanya.

Makin bertambah umur, ternyata luka lama gak pernah sembuh. Rasa marah dan benci itu masih ada, aku kira akan selesai sampai disana. Tapi orang-orang baru punya cerita masing-masing. Aku bertemu lagi dengan orang-orang yang sangat suka menjatuhkan orang. Dari situ aku mulai hidup tidak akan mudah percaya dengan orang lain. Aku tidak butuh banyak teman jika mereka hanya mencari untung, aku dikenal jutek oleh teman-teman kampusku. Bagi kami semua adalah competitor, diluar itu kami seolah saling tak mengenal. Tapi mngkin disemester menuju akhir , kami menyadari ada yang kurang dan bahkan hilang. Momen kuliah itu bukan hanya mengejar prestasi, okelah basic kami anak beasiswa yang punya idealism masing-masing tapi kami juga anak muda yang butuh teman, butuh hal-hal asik yang cuma bisa kita rasain ketika kuliah. 

Banyak yang bilang quarter life crisis itu memang sangat biasa terjadi dikalangan yang memasuki umur 20an bahkan ada yang bilang sampe umur 30. Aku gak tau pastinya karena aku masih umur 23 tahun ini. Tapi yaa siap-siap aja buat ditempa jadi lebih baik. Sampe sekarangpun , rasanya jadi makin rumit. Merasa belum sukses, belum menyenangkan orang tua, belum nemuin passion, teman-teman lain udah banyak yang nikah bahkan punya anak. Sedangkan buat aku sendiri masih ngerasa sulit buat ketemu dan membangun hubungan. Yang ini gak cocok yang itu gak cocok, ada yang disuka tapi ternyata bertepuk sebelah tangan, ngerasain patah hati yang sangat patah ketika orang yang aku sukai, yang selalu aku doakan sama alloh ternyata dia jodoh orang lain. Ngerasa makin kesepian, gak ada yang bisa ngertiin kita pas sedang ada dalam masalah, gak ada yang hibur pas lagi sedih.

Aku banyak cerita sama orang-orang yang lebih tua dari aku, karena pengalaman mereka pasti lebih banyak. Dan memang dari cerita mereka, kita jangan ngerasa paling susah karena semua orang juga pasti punya keluhan masing-masing tapi mungkin mereka menunjukan dengan cara berbeda. Dari quarter life crisis ini melatih kita buat lebih sabar, dan mempertajam intuisi kita terhadap masalah apapun yang nanti terjadi. Karena diumur 23 ini aku ngerasa dihajar abis-abisan di quarter life tapi kata mereka , perjalanan masih panjang. Jangan anggap ini paling sakit, karena mungkin akan ada kesakitan lainnya yang punya level berbeda, jangan putus asa disini, tapi harus menaik jadi lebih kuat satu tingkat.
So , quarter life crisis ini pasti akan terjadi pada siapapun. Kita akan mencari jati diri kita, passion kita, dan cari teman yang menemani hidup kita. Dan semua perjalanan untuk menemukan itu tidak akan mudah. Kita gak bisa menghindari ini, dan gak ada obatnya. Kita hanya perlu melewatinya, dengan pikiran positif bahwa suatu saat yang entah kapan dan mungkin masih lama kita bakalan merasakan kebaikan dari sakitnya perjalanan hidup. Mari nantikan bersama karena aku pun masih ditahap yang paling menyakitkan.

Kadang pas kita cerita ini dan itu, orang yang dengerin malah menjawab dengan “masih mending kamu dibanding aku…” . Plis stop!! Kalo kamu ada diposisi jadi orang yang mendengarkan keluh kesahnya kamu diem dulu, dengerin sampe ceritanya abis, klo orangnya sampe nangis tungguin sampe tangisnya mereda. Jangan suruh dia buat berhenti nangis, jangan Cuma bisa bilang “sabar.. nanti berlalu” . Bukan itu yang pengen dia atau kita denger ketika kita cerita ke orang lain. Untuk aku pribadi , sama. Ketika aku cerita ke temen yang ini jawabannya selalu tidak membuat nyaman. Sampai akhirnya aku nemu salah satu akun yang ternyata beliau seorang author buku juga. Dia banyak menulis tentang kehidupan . salah satu tulisan yang aku baca dan relate banget sama hidup aku pada saat ini intinya sih, hidup itu menyakitkan dan menyedihkan. Dia bilang lagi, tak apa untuk menunjukan rasa sedih, kecewa, marah , karena kita berhak untuk itu. Sekuat apapun berusaha akan ada usaha yang menurut orang lain sia-sia, berusaha maksimal sampai membuat kita sendiri merasa sakit. Segitu sih, inti caption yang aku ingat hehe kalo mau liat leih banyak bisa dicek di instagram di akun @liveindetails . Jujur kata-kata yang menyebutkan hidup itu susah dan menyakitkan cukup membuat tenang, karena menurut aku dia mungkin mengalami hal yang sama sehingga paham rasanya seperti apa. Dibanding mendengar orang yang menyuruh aku untuk sabar dan lebih bersyukur padahal dia gak tau untuk melakukan dua hal itu saja cukup sulit dimasa crisis seperti itu. Karena aku yang merasa salah selalu menyalahkan diri sendiri akan setiap hal yang sekiranya tidak berjalan dengan mulus, merasa sulit memaafkan diri sendiri pernah melakukan kesalahan dan sulit untuk memperbaiki karena sibuk dengan membenci diri sendiri. Ketika momen itu kita disuruh bersyukur dan berpikir hidup akan baik saja jika kita bisa melewati itu dengan sabar?. Memang tidak sepenuhnya salah, tapi aku sendiripun semacam butuh pengakuan bahwa apa yang aku alami ini berat, aku tidak sekuat apa yang orang bicarakan dengan mudah.

Komentar

Postingan Populer