Bermimpi tentang laut


 

               Setiap hari aku menghitung detik jam berputar , menghitung lelah yang aku keluhkan di jam-jam tertentu. Bulir - bulir tangis masuk dalam pengecualian , karena tak hingga kuhitung derasnya. Sejenak , keluh tak bersuara  hanya sehembus nafas berat yang terpaksa dikeluarkan agar tak sesak. Mengedipkan mata , menatap nanar dinding kamar bercat putih dengan lampu terang diatasnya. Aku harap lolongan suara anjing dan hujan saling bergaduh diluar sana memecahkan sunyi.

                Tak ada camar bercerita , tak ada pelangi melintang , tak ada semburat senja menyapa. Hanya langit yang kosong. Hanya itu. Tak ada lagi.

                Kata andai kuterbangkan kelangit bersama doa,namun nyata turun bersama hujan menghujam tanah tanpa belas. Malam ini terlelap sudah tanpa bisik, tanpa nyanyian. Sepasang tangan menghampiri menggenggam erat , tanpa kasih , tanpa cinta. Hanya genggaman bisu. Kau, masih ada. Tanganmu menghangatkan tanpa isyarat , tanpa bacaan. Kau tak bisa tertebak. Berbicara tanpa kata , tanpa suara , hanya tatapan teduh yang mendalam menyusuri kesedihan yang bermuara. Sayapmu tak ada tapi kau ingin terbang. Namun kakimu terbelenggu rantai, terlilit pada tiang masa lalu.

                Kau dapat setenang laut, dapat pula mengamuk bak ombak menabrak karang dipermukaan. Sesedih badai malam hari yang disaksikan bulan. Malam itu, aku bermimpi tentang laut, berada dipinggir pantai meringkuk sepi menelan gemuruh. Menyaksikan kekejaman dari sunyi, ini terlalu tenang. Aku ingin hanyut tapi takut tenggelam dalam luka yang memerah, perih.

                Apa aku bilang, bulan memang cantik. Pesonanya tak pudar terhalang awan, terang memantulkan cahaya berkilau dipermukaan laut. Disana aku berjalan perlahan menyusuri laut , memungut paparan cahaya bulan menyibak wajahku yang kelam. Sayangnya, aku terjatuh dalam lautan yang dingin. Bukan, mungkin laut ingin memelukku saja.

                Esoknya aku kembali pada mimpi yang menenggelamkan, kini aku terbaring di satu jembatan kayu yang cukup rapuh, tak kulihat ujungnya terhalang kabut pagi buta. Dingin masih menusuk , sunyi masih menyiksa. Kosong, tak ada apapun tak ada siapapun. Menengadah ke langit, kalau aku berteriak minta tolong apa akan ada yang mendengar? Tanyaku. Lalu kembali memeluk lutut, bertanya lagi memang kenapa aku butuh pertolongan?. Tak lama gemuruh terdengar , gelombang air naik cukup jelas. Seekor paus datang menghampiri , “mati ini” pikirku.

                Ternyata tidak , ia hanya sengaja muncul untuk membuatku takut gemetar diantara sepinya lautan. Aku memegang urat nadi yang masih melekat dan merasakan detaknya, masih hidup pikirku. Padahal bukan paus yang bisa membuatku mati , sunyi dan sepi disini saja membuatku tak ingin bernafas lagi , mengingat itu aku malah ingin memohon pada paus untuk mengunyahku. Aku lelah , berada disini saja membuatku lelah. Mimpi ini menjadi mimpi panjang yang tak membiarkan aku usai, tak ingin usai menyiksaku merasakan sepi dan suasana yang terlalu tenang mencekik rasa. Ini tidak benar , aku ingin kembali.

Komentar

Postingan Populer