SKSP 5 : Sekolah Biar Pinter II

 


Secangkir Kopi dan Sepotong Percakapan Episode 5


Pendidikan memang perlu dan sangat penting bagi tumbuh kembang anak. Tapi Ketika dewasa, semua Pendidikan dan pelajaran itu nyangkut dimana ?

 

Pendidikan anak bisa di bilang prestasi bagi orangtua. Di lingkungan saya entah tetangga atau keluarga mereka berlomba-lomba memasukkan anak ke sekolah yang elit. Yang pertama di lihat itu dari segi bangunan yang keren dan biaya yang mahal. Karena dalam pandangan umum, yang mahal itu pasti bagus. Bisa masuk disana saja sudah terbilang membanggakan. Aku akan selalu menyebut berkali-kali bahwa belajar itu biar pinter, tapi pada kenyataannya mereka tidak belajar dengan serius bisa di bilang level mereka tetap sama. Semakin dewasa aku mulai melihat sekolah sebagai sebuah “bisnis” tidak mungkin orangtua membayar mahal dengan hasil yang jelek. Ada permainan nilai yang di mainkan karena orangtua tidak mau anaknya di cap bodoh dan sekolah juga tidak mau jatuh karena memiliki banyak siswa yang bodoh.

Berlanjut masuk kuliah, kuliah di zaman sekarang adalah hal yang sangat penting dan hampir menjadi wajib untuk mempermudah mencari pekerjaan. Tapi di usiaku yang harusnya kuliah aku mengetahui fakta bahwa ada orangtua yang menyogok dosen tiap semester karena anaknya selalu memiliki nilai yang jelek dan kehadiran yang bolong-bolong alias dia sendiri males untuk masuk kuliah. Jadi bagaimana dengan definisi belajar biar pinter itu ? biaya untuk menyogok itu sebuah nominal yang fantastis. Sebuah angka yang tidak pernah aku genggam sebelumnya, disatu sisi aku bersyukur karena memiliki minat belajar yang bagus meskipun bukan di kampus mahal dan menerima beasiswa. Tapi dalam tatanan masyarakat, terutama lingkunganku. Aku bukanlah apa-apa dan bukan siapa-siapa dibandingkan dia yang kaya raya, meskipun menyogok mereka hanya malu sebentar namun merasa bangga karena dengan uang mereka bisa membeli posisi aman yang tidak bisa diremehkan.

Berlanjut semakin dewasa, memasuki dunia pekerjaan. Aku menyadari banyak hal yang tidak bisa aku terima. Sebelum aku bisa bertanding, aku selalu kalah duluan dengan orang yang kuliah di kampus bergengsi dengan nilai yang sama, dan yang melakukan penyogokan agar bisa masuk ke perusahaan tertentu.

Hal-hal seperti itu dilakukan oleh siapa ? apakah mereka tidak berpendidikan ? tidak ! mereka justru orang-orang yang berkuliah yang tidak mau rugi karena dulu mengeluarkan biaya kuliah yang tidak sedikit. Rasa-rasanya sudah rahasia umum di beberapa instansi sebelum bisa masuk kesana ada mahar yang harus disiapkan, aku sendiri mengenal beberapa dari mereka yang menghalalkan segala cara. Padahal diantara banyaknya buku yang aku baca selama 16 tahun bersekolah hal-hal seperti itu jelas sekali disebut perbuatan yang tidak baik. Aku kecewa karena Ketika dewasa faktanya justru itu hal yang lumrah dan di benarkan banyak orang.

Aku takut menjadi seperti mereka, tapi lihat aku sekarang. Mencoba lurus-lurus saja berusaha sendiri tidak mendapatkan apa-apa sedangkan mereka hidup Bahagia dengan jabatan yang mereka punya karena mereka punya modal kesana. Aku tidak memiliki orangtua yang banyak duit untuk bisa melakukan hal itu, orangtuaku juga tidak memiliki relasi pada orang-orang seperti itu. Demi menghibur diri aku sering kali berkata, tidak apa-apa sulit di dunia dibandingkan di balas di akhirat nanti.


Komentar

Postingan Populer