THE LIES, DIM.
Ada banyak hal yang tidak aku ungkapkan secara jujur, aku
lebih memilih jalan pintas. Aku lebih memilih di benci karena kata-kata dan
sikap yang sebenarnya tidak ingin aku lakukan, hanya karena aku malas
menjelaskan, jika di jelaskan Panjang lebar pun belum tentu kamu memahami benar
dan jika kamu memahaminya pun lebih sulit ruang gerak untukku. Sebab terkadang,
aku tidak ingin di mengerti, kadang aku tidak ingin ada orang yang tahu apa
Langkah selanjutnya dalam hidupku, dan apa reaksiku terhadap sesuatu, aku tidak ingin ada orang yang tahu apa yang aku pikirkan.
Harusnya, jika aku pikirkan siapa yang bisa mencintaiku
dengan benar dan setia jawabannya adalah kamu dim. Tapi aku terlalu pecundang,
aku takut untuk dicintai pada cinta yang sudah tak lagi berharga. Aku
menganggap semuanya kebohongan. Padahal kesetianmu, dan kejujuranmu selama ini
sudah lebih dari cukup sebagai bukti bahwa kau adalah lelaki baik, setia,
sabar, dan berkepribadian baik. Aku sudah memutuskan untuk tak percaya hal itu,
maka sekarang aku kesulitan memutuskan apakah ini kenyataan atau akan sama
seperti sebelumnya. Apakah memang benar ada seseorang yang mencintaiku sebegitu
dalamnya ? memangnya aku pantas dicintai ?
Ada alasan yang membuatku memutuskan membencimu. Pertama,
aku tahu kamu selalu memiliki perasaan yang sama padaku dim, aku sadar hal itu.
Tapi aku tidak menjelaskan perasaanku dengan baik, terkadang aku terganggu
terkadang aku juga rindu. Untuk aku yang rumit, dengan segala kebimbangan yang
mendera, aku tidak ingin melibatkan kamu dalam hidupku yang seperti itu. Aku
harus membencimu agar kamu mudah menemukan penggantiku yang lebih bisa
menghargaimu dengan lebih baik.
Kedua, kamu satu-satunya orang yang terlalu memahamiku dim.
Ada banyak yang ingin aku sembunyikan dan palsukan tapi kamu selalu
mengatakannya dengan lantang di depan mukaku sendiri, aku seperti maling yang
tertangkap basah. Aku bingung menyangkal tapi enggan mengakuinya. Kamu selalu
memiliki alasan-alasan masuk akal untuk menilaiku dengan penalaranmu yang baik
itu, dan aku tidak menyukai itu. Aku tidak suka di nilai, aku tidak suka orang
tahu apa yang aku pikirkan dan apa yang aku coba sembunyikan.
Ketiga, kamu selalu terlihat kurang ambisius. Satu
kekuranganmu sedari dulu, kamu selalu merasa renah diri. Kamu selalu
merendahkan dirimu sendiri di hadapanku. Rendah diri agar tidak sombong itu
baik dim, tapi bukan seperti enggan berusaha lebih keras, kamu seperti enggan
bermimpi dan menyerah pada apa yang ada. Kamu selalu berkata kepadaku agar
lebih realistis, dan jangan terus-terusan bermimpi. Maaf dim, harusnya aku
lebih pengertian pada mimpimu yang kini kamu benci. Tapi kini aku hidup seegois
mungkin. Sejak orang lain tidak pernah peduli pada perasaanku sebagai manusia
yang hidup, yang aku pedulikan sekarang adalah diri sendiri dan keluarga intiku
saja. Aku tidak berminat pada hal lain, apalagi pasangan. Bagiku itu
merepotkan, bayangkan saja jika kamu denganku dan aku menganggapmu hal yang
merepotkan pasti rasanya akan jauh lebih menyakitkan daripada penolakan.
Dalam kisah hidupmu, namaku hanya akan di ceritakan sebagai
seorang perempuan bebal yang tidak menghargai segala perasaan, waktu dan
pengorbananmu. Aku akan selalu kamu bandingkan dengan Wanita yang akan menjadi
takdirmu kelak, “bahwa dulu ada Wanita jelek kepribadiannya di bandingkan kamu takdiku.”
Aku hanya akan menjadi pelajaran tentang kesabaranmu, kesetiaanmu, dan
pengorbanan sia-sia yang kau lakukan. Tak apa, aku memang memilih menjadi
seperti itu ketika sekarang. Namun sekarang, aku terpikir jika kita bertemu
pada kehidupan selanjutnya. Akankah kita mengenang masa muda menyebalkan ini ?
dan apakah aku akan menyesalinya ?
Sejak saat aku tidak bisa menjelaskan alasan mengapa aku
menolak menikah denganmu lalu memblokir nomormu. Sebenarnya aku tidak punya
alasan yang cukup, aku takut kamu berharap lebih dan menagih Kembali tanya yang
tidak bisa aku jawab. Hingga aku gegabah menjawab dan kamu berhenti menyimpan
nomorku, dan tidak mengikuti semua media sosialku lagi. Kamu masih berbaik hati
tidak memblokirnya. Ketahuilah dim, aku selalu memikirkannya hingga sampai
tulisan ini di posting. Sebenarnya aku hanya belum masuk pada konsep
pernikahan. Untuk kamu yang segera ingin menikah, alasanku pasti sulit dipahami
dan aku memilih untuk menjadi bajingan sekali lagi agar bisa melarikan diri,
dan kamu membenciku.
Aku berpikir banyak sekali, perasaanku padamu benar-benar
redup, atau tergantikan dengan sebutan lain yang tidak aku temui. Aku
membencimu, tapi tak benar-benar ingin berakhir seperti ini. Jika sekarang aku
jelaskan, aku takut kamu berharap lagi padaku sedangkan aku masih belum
menemukan jawabannya. kamu akan berpikir bahwa aku mempermainkan perasaanmu,
dan sebutan-sebutan jelek padaku akan semakin memperburuk sejarahku dalam
hidupmu.
Dim, aku tidak tahu bagaimana akhirnya kita nanti. Tapi aku
selalu mendoakanmu agar selalu sehat dan menemukan kebahagiaan. Sama seperti
aku mendoakan teman-temanku.
Komentar
Posting Komentar